Selasa, 07 Juli 2009

Sekeping yang lain : sebuah keliaran

"Aku berkaca melihat refleksi aku diantara dua cermin di depan dan belakang ku"

Sekarang keheningan-lah yang berbicara kala kita berjumpa hari ini, di ruang ini. Kita terdiam tak ingin mengeluarkan sepatah kata, meski itu hanya sebuah kalimat menyapa. Kedua bola mata kita hanya saling menatap, menusuk satu sama lain. Menyelidik, heran, curiga, benci, berloncatan dari sorot mata kami berdua.

Cukup lama kita saling memandang dan kita tidak sama sekali bersentuhan bahkan berbincang sekali pun sepertinya enggan. Entah, apa yang telah terjadi dengan kita, mengapa selalu saja seperti ini. Aku menemui, menatap mu. lalu diam. Tak bergeming. Mungkin aku melakukan kesalahan besar terhadap mu atau mungkin sebaliknya, entah. Kita pernah bersama, dibawah redupnya temaram senja di sana, tapi kemudian aku menjauh, mencoba memberikan sedikit ruang untuk kepala menerjemahkan ini semua. Dan kau pun pergi bersama bayang yang sedikit pun tak berwajah. Pun begitu, aku mengejar redup cahaya lain, di ujung lorong malam. Masing-masing dari kita meributkan itu. Mungkin.

Namun kali ini aku tidak ingin membicarakan salah dan benar dengan mu, aku ingin berbicara mengenai ruang. Ruang yang benar-benar ruang. Ruang dimana kita pernah mencoba mewujudkan sedikit mimpi-mimpi kita, ruang tempat biasa Aku dan Kamu berkelakar. Ruang tempat canda tawa serta gelak yang mendatangkan pelangi kala awan hitam menggelayut di langit sana. Ruang yang berdebu dan hanya sesekali di bersihkan, ruang yang penuh dengan mahkluk-mahkluk bersih serta jorok. Ruang tempat bersemayam nya puntung rokok serta berbagai benda usang, ruang tempat kita dapat menyimpan rahasia. Ruang dimana terdapatnya rahasia pribadi tidak menjadi rahasia umum. Lalu mungkin kau akan bertanya. Mengapa harus ruang? Memang nya kau dan aku tidak bisa berbincang hal lain di sini, dalam ruang ini? Benar sayang, kita bisa saja berbincang bahkan terbahak sesuka hati. Namun, aku merasakan ada yang berbeda saat ini. Tidak kah kau merasakan nya juga? Pernahkah kau bertanya apakah ruang tempat kita berada sekarang ini benar-benar nyata? Apakah perasaan yang kita rasakan benar, di dalam ruang ini?

Mungkin ruang itu masih ada, di mana ruang privat terlindungi dan ruang publik masih terdapat jarak. Tapi, ruang yang ku maksud itu sedikit demi sedikit mulai terkikis tergantikan dengan ruang-ruang superfisial yang lahir dari rahim kemajuan zaman. Berbagai simbol hadir di setiap sendi-sendi kehidupan dan di topang dengan penggunaan teknologi tinggi yang mengalir deras tanpa halangan. Menggeser ruang lingkup pikir banyak orang. Aku melihat, maka aku ada. Itu lah yang terjadi sekarang ini. Simbol/tanda itu memaksa kita untuk menjadi sesuatu yang jauh dari sesungguhnya. Memaksa kita untuk selalu menampilkan beragam gemerlap di seluruh bagian tubuh ini. Memaksa selalu menjadi necis dan berpenampilan maksimal di setiap tempat. Melahir kan diri sebagai pusat tontonan layaknya sebuah televisi. Pudarnya ide dan kreativitas. Lunturnya ke-otentikan manusia. Semakin banyak simbol/tanda semakin membuat aku dan kamu menjadi bingung, atas apa yang kita inginkan. Saat ini aku memang rindu dengan mu, lalu kemudian aku berfikir ulang kembali, apakah ini benar-benar rindu yang lahir dari sifat alamiah ku sebagai manusia, atau hanya hasil dari tayangan serta simbol/tanda yang selama ini hadir dan terlihat jelas? Maaf jika aku ragu, namun semua telah dipadati oleh berbagai simbol/tanda yang mengarahkan kita pada sesuatu yang entah dimana ujungnya. Kita pun terhanyut, terlena, terbiasa, mencandu.

Aku merindukan mu, benar merindukan mu. Sedikit berharap dapat bertemu kembali dengan perbincangan menarik di ruang yang sebenar-benar nya ruang. Ruang yang memiliki batas riil dan tidak riil. Ruang dimana aku bisa merasakan keajaiban saat melihat senyum manis, tawa renyah serta kesedihan mu. Ruang yang tidak membuat ku menjadi linglung atas apa yang sebenar-nya ku inginkan. Maaf, aku berlaku tidak sopan datang tanpa permisi, masuk begitu saja karena memang ruang ini menghilangkan tata kerama dan semua tingkah laku santun. Pun, seperti biasa aku hanya melihat laman jejaring sosial mu malam ini, dan tidak meninggalkan jejak rangkaian kalimat-kalimat di wall-mu untuk sekedar menyapa. Karena aku bingung apakah kamu benar ada atau tidak begitu pun sebaliknya.

0 komentar:

Posting Komentar

Tukeran Link

Senjakala Hati

Award Friendship Diary Osi

Thanks To Diary Osi