Rabu, 25 Maret 2009

Huru-hara hati dan kepala

Jalan-jalan begitu sepi. Angin sejuk bertiup perlahan membelai setiap benda yang terhampar di tanah ini. sesekali deru mesin kendaraan bermotor menjerit kencang lalu perlahan menghilang di kejauhan. Satu persatu bentuk kehidupan di mulai. Pedagang baru saja menggelar dagangannya, para perempuan yang bersuami mulai bersolek dan membawa tas jinjing plastik berbagai rupa dan warna nya. Gelak tawa ceria anak-anak sesapu menghiasi sela-sela udara. Kegembiraan, itu yang mereka rasakan meski tanpa mainan yang lahir dari rahim modernitas dan dapat membuat anak-anak lupa untuk bermain dengan teman-teman sebayanya serta menikmati betapa indahnya masa kecil. Hari indah baru saja di mulai, ia menggeliat bebas ke segala arah meyapa semua mahkluk hidup tanpa memandang status kaya atau miskin, buruk atau bagus, lelaki atau perempuan, dan sebagainya. Ia akan terus ada memberi semangat bagi mereka yang selalu mencintai segala bentuk kehidupan, selama semua manusia sadar indah dunia akan terwujud, bila di kepala tetap terpatri bahwa kita adalah sama : mahluk ringkih yang bernama manusia. ...gesekan daun kelapa, kicau burung, hembusan angin, buih putih, sinar matahari. Sunyi, sepi…sendiri… Tenang dan damai atmosfer itu yang kini menyelubungi pesisir yang selalu ramai dengan riuh redam ombak dengan segala erotisme nya. Andai dunia dapat merasakan hal seperti ini, andai dunia jauh dari keserakahan, tak mengenal kemiskinan, jauh dari kesengsaraan yang muncul karena kita selalu haus untuk memiliki akan sesuatu, mungkin dunia akan seperti sekarang ini, di sini jauh dari itu semua. Namun entah apa yang akan terjadi bila kebejadan dunia datang memeluk tempat ini yang mengatasnamakan pembangunan, serta kesejahteraaan rakyat, namun hanya ingin mengambil keuntungan sebesar-besarnya dari keindahan disini tanpa pernah memperhatikan dampaknya. Pagi masih begitu muda gelak tawa terus menyambangi telinga. Badan serasa begitu letih, kepala bagai di tindih batu karang yang besar, berat, sungguh menyakitkan. Tatapan mata sayu memandang ke hamparan pasir yang berikan sedikit rasa hangat di sela-sela jemari kaki. Angan terus melayang tak beraturan, huru-hara di kepala sisa semalam belum juga hilang. Ya, malam tadi bersama bulan dan bintang kita bertemu, saling merangkul, memeluk, sungguh mesra. Kita berbincang tentang banyak hal. Kehidupan, kegembiraan, kebobrokan negara, perempuan, cinta dan banyak lagi. Kita tertawa, bersulang, berteriak, berlari, berkejaran dengan air. Ya, semalam terbang melayang menyentuh bintang berkencan dengan bulan, sungguh terlihat sempurna. Ah…andai dapat ku bagi rasa ini kawan. Rasa yang membuat ku selalu merasa hidup, rasa yang mungkin dapat membuat keramaian menjadi tak berguna dan akhirnya musnah. Benda ini, alcohol murahan membawa ku berjalan susuri labirin yang baru saja ku buat dengan pasir. Aku tersesat tak tahu jalan pulang. Wajah-wajah itu pun datang silih berganti beri senyuman, satu persatu masa lalu muncul bagai banjir bah menerjang tubuh, masuk ke mata menembus barikade di kepala, ia mendobrak menyelusup ke saluran darah hingga memaksa jantung ini memompa lebih kencang lagi agar setiap bagian yang ada di tubuh ini merasakannya. Lalu…banjir bah itu perlahan mereda, arusnya semakin melemah ia menyisakan lumpur kerinduan yang lengket dan mengendap jauh di hati. Sepi… Sunyi… Dingin… Bergerak dengan lembut, perlahan namun pasti mata mulai tertutup otak berhenti bekerja, dan hati pun bertanya apa kabar Bekasi, masihkah kalian tetap seperti waktu dahulu bergembira dengan kegilaannya? Apa kabar Melati, masihkah penuh dengan berbagai gelak canda tawa dan obrolan yang membuat ku berfikir? Hey Bintaro apakah kau masih sibuk dengan berbagai benda-benda terbaru? Hmmm…Pondok kopi ku dengar ada mahluk polos dan lugu di sana sekarang. Baik-baik sajakah kalian? Sukapura!, tetapkah dengan panasnya, lalu lalang angkot serta hilir mudik buruh yang selalu ramai kala pagi dan sore hari? Lalu bagaimana dengan cimandiri masihkah kalian dengan euphoria aktivisme? Hey-ho! Kalian mahkluk-mahkluk merah yang tersebar di pelosok Jakarta dan Bandung, masihkah tetap bersemangat dan penuh keyakinan untuk membuat dunia yang lebih baik lagi? Dan kamu, ya kamu yang mungkin membaca ini apa kabar nya?, ingin rasanya berbincang kembali… Mungkin aku lalai, mungkin lupa atas rutinitas yang penuh dengan retorika dan hanya berjalan ditempat. Namun pagi ini bersama pasir ku cumbui ombak berharap semua terhanyut terbawa arus ke laut lepas dan sadar bahwa semua pasti mengalami hal semacam ini. Apa yang terjadi mungkin menurut kalian adalah hal remeh, tapi ini membuat kita tetap bersemangat untuk terus bertarung di belantara kehidupan yang sering hadirkan luka. Selalu mengingatkan bahwa di lain tempat ada orang-orang yang mengendap jauh di dasar hati. Aku hanya ingin merindukan… Selamat pagi semua! Matahari tersenyum dengan manis. Ayo bangun!!!.

3 komentar:

je pense donc je suis mengatakan...

tulisamu menjawab semuanya...
hal serupa sering gw rasaain jg...kmrn merasa sudah berbuat namun sekarang tertunduk oleh penyesalan (klo mw dibilang begitu)...tapi ga semuanya salah...mungkin blm terlihat atau memang butuh usaha lebih...usaha dengan mw dimanfaatkan dan mw memanfaatkan smuanya...alah...banyak cakap banged temanmu ini...
kabar si merah baik2 saja...masih ttp semangat walaupun masih bingung..
cie yg abis ke anyer...

akaparang mengatakan...

hura hura huru hara, apa jadinya jika kita tak mampu bicara ????
apa jadinya jika orang dilarang bicara ?????saran gw, teruslah bicara,berblogging ria, keluarkan semua isi hati dan otakmu apalagi dengan atas nama pemuda. ngikut deh gw yang tua. ok

Muhammad. S mengatakan...

ini hanya segores rasa rindu yang tertuang...

Posting Komentar

Tukeran Link

Senjakala Hati

Award Friendship Diary Osi

Thanks To Diary Osi