Hmmmm...ada apa ini? Pertanyaan itu yang spontan keluar saat melihat sebuah iklan di media masa. Iklan atau tayangan advertising itu membuat diri ini semakin muak dan ingin muntah. Lihat, berapa banyak tayangan yang disuguhkan secara lezat dan penuh fantasi oleh media massa khususnya televisi, tanpa pernah kita sadari telah merasuk ke dalam otak dan perilaku kita. Banyak orang yang berbondong-bondong membeli berbagai produk yang di promosikan di majalah, koran, dan televisi tanpa pernah mereka sadari seberapa penting produk-produk tersebut bagi keperluan pribadinya. Namun yang lebih menyebalkannya adalah semakin banyaknya iklan/promosi dari berbagi partai politik menjelang pemilu di tahun ini. Tidak hanya itu, iklan tersebut selalu ditayangkan secara berulang kali dan ini adalah jurus jitu untuk mencuci otak kita agar selalu ingat dan parahnya akan memilih partai tersebut tanpa mengetahui latar belakang atau track record-nya. Pembodohan! itu benar adanya. Kita sebagai warga negra “yang katanya dicintai” dipaksa untuk memilih parpol, capres, caleg dsb di pesta yang katanya pesta rakyat itu. Umbar janji dalam setia penayangannya tidak memberikan manfaat bagi mayarakat luas. Tayangan debat politik yang menyangkut hal itu pun hanya menambah kebingungan masyarakat. Sadarkah? Kita dibuat dalam satu skenario besar untuk melanggengkan dan memapankan status quo para badut-badut lucu yang berperut besar dan berhidung merah di negara ini. Kekuasaan dan kekayaan itulah yang mereka inginkan.
Mungkin benar kata seorang teman yang kini entah berada dimana dalam sebuah catatan pribadinya, bahwa musuh utama dari itu semua adalah para pemesan, yang punya duwit, punya kuasa, tetapi tidak punya harga diri dan iba. Merekalah musuh yang sesungguhnya. Ironis, selama ini kita selalu menyoroti para parpol, caleg dan hal-hal lain yang berbau pemilu serta pejabat di negeri ini yang selalu saja membuat rakyat susah dan semakin merana tanpa pernah (mungkin) tidak berani membongkar ada apa di balik selimut tebal kehangatan pesto poria (sekali lagi) katanya pestanya rakyat. Ya, kita telah terlelap dalam gegap gempita masa muda yang penuh suka cita, hura-hura, serta masa-masa indah bercinta. Mungkin ini saat yang tepat teman, sahabat, kekasih untuk kita sedikit memberikan waktu sejenak kepada kepala kita untuk melihat kembali ke masa lalu dari masing-masing kita, dan bertanya : apa yang telah kita perbuat sebagai mahluk sosial? Dan mungkin sekarang saya berkata kepada semua teman sebaya sudah saatnya berkata : “Sekarang bukan waktunya bercinta!!!”
2 komentar:
terminologi 'Cinta' rupanya telah berubah kawan.. padahal yang aku tau sejak dulu, cinta adalah landasan dari setiap aspek kehidupan, termasuk politik sosial dan budayanya.. tabik!
@ pry : seharusnya cinta menjadi landsan dari setiap aspek kehidupan. tapi saat ini cinta itu hanya sebatas anatar perempuan dan laki-laki, aku sayang kamu dan kamu sayang aku, cokelat dan bunga, merah muda itu cuma untuk mereka yang sedang di mabuk cinta bukan kepalang hingga lupa atau menafikkan semua hal yang terjadi di sekitar.
@ blog watcher : memang benar di saat pemilu kita harus menetapkan pilihan secara bijak, namun saat ini yang membuat gerah adalah para peserta pemilu selalu berbuat hal yang sama : janji-janji yang membuai dan sangat manis.
Posting Komentar